Tokoh HAM Di Indonesia
Berikut ini adalah beberapa tokoh Pejuang Hak Asasi Manusia di Indonesia:
1. Munir Said Thalib ( Munir)
Dengan
nama lengkap Munir Said Thalib, (alm) Munir lahir di Malang, Jawa Timur
pada 8 Desember 1965 dan meninggal pada 7 September 2004 di pesawat
Garuda Jakarta-Amsterdam yang transit di Singapura. Ia meninggal karena
terkonsumsi racun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda untuk
melanjutkan studi masternya di bidang hukum. Pria keturunan Arab
lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini merupakan seorang
aktivis dan pejuang HAM Indonesia. Ia dihormati oleh para aktivitis,
LSM, hingga dunia internasional.
Tanggal 16 April 1996, Munir mendiriikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai bersinar, saat dia melakukan advokasi terhadap para aktifis yang menjadi korban penculikan rejim penguasa Soeharto. Perjuangan Munir tentunya tak luput dari berbagai teror berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Usai kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif.
Saat menjabat Koordinator KontraS namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktifis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowo Subianto (Ketum GERINDRA). Setelah Suharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota Tim Mawar.
Atas perjuangannya yang tak kenal lelah, dia pun memperoleh The Right Livelihood Award di Swedia (2000), sebuah penghargaan prestisius yang disebut sebagai Nobel alternatif dariYayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull, Stockholm, Swedia di bidang pemajuan HAM dan Kontrol Sipil terhadap Militer di Indonesia. Sebelumnya, Majalah Asiaweek (Oktober 1999) menobatkannya menjadi salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dan Man of The Year versi majalah Ummat (1998).
Tanggal 16 April 1996, Munir mendiriikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai bersinar, saat dia melakukan advokasi terhadap para aktifis yang menjadi korban penculikan rejim penguasa Soeharto. Perjuangan Munir tentunya tak luput dari berbagai teror berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Usai kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif.
Saat menjabat Koordinator KontraS namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktifis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowo Subianto (Ketum GERINDRA). Setelah Suharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota Tim Mawar.
Atas perjuangannya yang tak kenal lelah, dia pun memperoleh The Right Livelihood Award di Swedia (2000), sebuah penghargaan prestisius yang disebut sebagai Nobel alternatif dariYayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull, Stockholm, Swedia di bidang pemajuan HAM dan Kontrol Sipil terhadap Militer di Indonesia. Sebelumnya, Majalah Asiaweek (Oktober 1999) menobatkannya menjadi salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dan Man of The Year versi majalah Ummat (1998).
2. Yap Thiam Hien.
Yap
Thiam Hien (lahir di Koeta Radja, Aceh, 25 Mei 1913 – wafat di Brusel,
Belgia, 25 April 1989 pada umur 75 tahun) adalah seorang pengacara
Indonesia keturunan Tionghoa. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang
demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Namanya
diabadikan sebagai nama sebuah penghargaan yang diberikan kepada
orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan hak asasi manusia di
Indonesia.
# Biografi
Yap Thiam Hien, yang biasa
dipanggil "John" oleh teman-teman akrabnya, adalah anak sulung dari
tiga bersaudara dari Yap Sin Eng dan Hwan Tjing Nio. Kakek buyutnya
adalah seorang Luitenant yang bermigrasi dari provinsi Guangdong di
Tiongkok ke Bangka, namun kemudian pindah ke Aceh. Ketika monopoli
opium di Hindia Belanda dihapuskan, kehidupan keluarga Yap dan banyak
tokoh masyarakat Tionghoa saat itu merosot. Ditambah lagi oleh
kekeliruan investasi di Aceh berupa kebun kelapa yang ternyata tidak
memberikan hasil yang menguntungkan. Pada tahun 1920 kedudukan keluarga
Yap digantikan oleh keluarga Han, yang datang dari Jawa Timur.
Thiam
Hien dibesarkan dalam lingkungan perkebunan yang sangat feodalistik.
Kondisi lingkungan feodalistik ini telah menempa pribadi cucu Kapitan
Yap Hun Han ini sejak kecil bersifat memberontak dan membenci segala
bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan.
Pada usia 9 tahun,
ibunda Thiam Hien meninggal dunia. Ia dan kedua orang adiknya kemudian
dibesarkan oleh Sato Nakashima, seorang perempuan Jepang yang merupakan
gundik kakeknya. Sato ternyata memainkan peranan besar dalam kehidupan
Thiam Hien, memberikan kemesraan keluarga yang biasanya tidak ditemukan
dalam keluarga Tionghoa serta rasa etis yang kuat yang kelak menjiwai
kehidupan Thiam Hien di masa dewasa.
Yap Sin Eng, ayah Thiam Hien, ternyata adalah figur yang lemah. Namun Sin Eng ikut membentuk kehidupan anak-anaknya, karena ia memutuskan untuk memohon status hukum disamakan (gelijkstelling) dengan bangsa Eropa. Hal ini memungkinkan anak-anaknya memperoleh pendidikan Eropa, meskipun mereka telah kehilangan status sebagai tokoh masyarakat.
Yap Sin Eng, ayah Thiam Hien, ternyata adalah figur yang lemah. Namun Sin Eng ikut membentuk kehidupan anak-anaknya, karena ia memutuskan untuk memohon status hukum disamakan (gelijkstelling) dengan bangsa Eropa. Hal ini memungkinkan anak-anaknya memperoleh pendidikan Eropa, meskipun mereka telah kehilangan status sebagai tokoh masyarakat.
3. Abdul Hakim Garuda Nusantara
Hampir
sepanjang karier dia mengabdi dalam bidang advokasi dan hak asasi
manusia. Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
terpilih menjadi Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
periode 2002-20007). Pria bernama lengkap Abdul Hakim Garuda Nusantara
kelahiran Pekalongan, 12 Desember 1954, ini bertekad mewujudkan misi
Komnas HAM.
Dalam pemilihan Ketua Komnas HAM pada rapat pleno khusus Komnas HAM di Jakarta, Kamis 12/9/02, dia meraih 12 suara. Ia mengalahkan pesaingnya mantan Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto meraih enam suara, KH Salahuddin Wahid tiga suara, dan ahli hukum Prof Dr Achmad Ali dua suara. Tokoh sipil yang selama ini dikenal sebagai aktivis organisasi nonpemerintah (ornop) itu memimpin Komnas HAM selama lima tahun (2002-2007).
Sementara untuk jabatan wakil ketua, juga terpilih tokoh sipil yakni Zoemrotin K Susilo (Wakil Ketua I), dan KH Salahuddin Wahid (Wakil Ketua II). Rapat pleno khusus yang berlangsung maraton sampai pukul 19.30 juga memilih empat Ketua Sub-Komisi. MM Billah menjadi Ketua Sub-Komisi Pemantauan, Lies Soegondo sebagai Ketua Sub-Komisi Pengkajian dan Penelitian, Mansour Fakih menjadi Ketua Sub-Komisi Pendidikan dan Penyuluhan, serta Amidhan sebagai Ketua Sub-Komisi Mediasi.
Dalam pemilihan Ketua Komnas HAM pada rapat pleno khusus Komnas HAM di Jakarta, Kamis 12/9/02, dia meraih 12 suara. Ia mengalahkan pesaingnya mantan Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto meraih enam suara, KH Salahuddin Wahid tiga suara, dan ahli hukum Prof Dr Achmad Ali dua suara. Tokoh sipil yang selama ini dikenal sebagai aktivis organisasi nonpemerintah (ornop) itu memimpin Komnas HAM selama lima tahun (2002-2007).
Sementara untuk jabatan wakil ketua, juga terpilih tokoh sipil yakni Zoemrotin K Susilo (Wakil Ketua I), dan KH Salahuddin Wahid (Wakil Ketua II). Rapat pleno khusus yang berlangsung maraton sampai pukul 19.30 juga memilih empat Ketua Sub-Komisi. MM Billah menjadi Ketua Sub-Komisi Pemantauan, Lies Soegondo sebagai Ketua Sub-Komisi Pengkajian dan Penelitian, Mansour Fakih menjadi Ketua Sub-Komisi Pendidikan dan Penyuluhan, serta Amidhan sebagai Ketua Sub-Komisi Mediasi.
Abdul Hakim adalah Ketua Komnas HAM
kelima. Sebelumnya adalah Ali Said, Munawir Sjadzali, Marzuki Darusman,
dan Djoko Soegianto. Bedanya, terpilihnya Abdul Hakim sebagai anggota
dan Ketua Komnas HAM adalah berdasarkan pilihan DPR sesuai dengan
Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999. Sedang empat ketua sebelumnya,
berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No 50/1993.
lebih lengkapnya klik website ini http://www2.ohchr.org/english/law/
lebih lengkapnya klik website ini http://www2.ohchr.org/english/law/